Jujur, sebenarnya saya malas untuk ikutan euforia posting atau menulis perihal korona. Tak ingin menambahkan beban psikologis pada masyarakat; dengan simpang siurnya informasi tentang Covid-19. Sudah seabreg yang menyajikan dari beragam perspektif.
Namun setelah melihat tayangan youtube Syed Imran Hossein dari Pakistan, Ia adalah salah satu murid Fadlur Rahman, dan juga salah satu pemikir muslim kontemporer (w.1988) yang melihat wabah saat ini dengan kacamata konspiratif, dengan demikian saya termotivasi untuk menulis.
Saya tak hendak menanggapi penafsiran beliau mengenai “tsalaatsi syu’ab” pada ayat al-Mursalat (77): 30, sebagai tiga ordo yang sedang berebut kuasa; britanica, americana dan judaica yang menjadi penyebab wabah saat ini, sebab saya bukan akademisi di bidang Hubungan International (HI) atau politik internasional bahkan studi Timur Tengah.
Yang menarik adalah konklusi yang ditawarkannya untuk melawan wabah saat ini, membaca Al-Qur’an, dengan mengutip salah satu ayat dalam Q.S. al-Isra (17): 45. Untuk menghadapi musuh dan tipu dayanya, kita musti membaca Al-Qur’an, agar Allah melindungi kita sesuai janji-Nya; menciptakan hijab (benteng) yang tak kasatmata .
Dengan kata lain, menghadapi sesuatu yang tak tampak (virus atau sejenisnya) harus dengan sesuatu yang tak tampak pula (hijaaban mastuura), yang berasal dari Dzat Yang Maha Pencipta, tak terkecuali semua makhluk renik yang tak terlihat dengan mata biasanya.
Oleh karenanya, pemanfaatan waktu luang dalam masa karantina mandiri di rumah dengan aktivitas membaca Al-Qur’an, sudah sangat relevan dengan pesan tersebut.
Dengan tadarus per-juz tentu terpuji, sesuai dengan arahan Nabi saw: “…ikhtim-hu fii syahrin..” (khatamkan dalam se-bulan, satu hari se-juz), ini adalah ukuran minimal. Lebih dari itu maka semakin baik lagi.
Namun saya belajar dan mengembangkan kajian struktur Al-Qur’an. Dalam kajian ini, diantara 4 struktur: terdapat struktur surah.
Pada teori struktur surah, salah satu bentuk interaksi (ta’aamul) dengan Al-Qur’an adalah membaca surah-surah Al-Qur’an yang sesuai dengan masalah yang dihadapi.
Hal ini semakin memperkuat keyakinan bahwa Al-Qur’an merupakan sumber solusi terhadap setiap permasalahan, dan tentu pengaplikasiannya tak ada yang sama.
Ini adalah bagian dari upaya membumikan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari, dan konsekuensi logis dari pernyataan:
النصوص منقطعة ومحددة والوقائع متداولة ومتطورة
(teks bersifat terputus (sejak wafatnya Nabi saw sebagai penerima wahyu Al-Qur’an dan sumber hadis) dan bersifat terbatas, sedang peristiwa yang terjadi semakin laju dan berkembang sedemikian rupa).
Lalu bagaimana tekniknya menghadapi wabah ini? Mudah saja. Untuk pencegahan segala virus (termasuk korona) : cukup mengkonversikan kata virus dalam tulisan Arab, sebagai berikut:
الفيروس (ال=31, ف=20, ي=30, ر=10, و=26, س=12)
Dalam hal ini, penulis memilih konversi huruf pada angka mengambil mazhab mughorobah dalam urutan abjad hijaiyyah. Mungkin mazhab musyarooqoh akan berbeda. Demikian juga cara hisaabul jummal.
Lalu, langkah berikutnya menerjemahkan angka-angka tersebut di atas dalam urutan surah Al-Qur’an, sehingga didapati surah berikut:
Surah 31= Qs. Luqman.
Surah 20= Qs. Thoha
Surah 30= Qs. Ar Ruum.
Surah 10= Qs. Yunus
Surah 26= Qs. As Syu’ara.
Surah 12= Qs. Yusuf.
Alhamdulillah, bi idznillah, bacaan di atas sudah teruji secara empiri (mujarrab) dan sudah dibaca oleh sejumlah jamaah yang baru pulang dari beberapa negara barat dan eropa.
Setelah karantina selama 14 hari dan ikhtiar batin membaca surah-surah di atas, sejauh ini bihamdillahi ta’aala sehat wal afiat, meski rata-rata objek sampel sudah berumur di atas 40 tahun yang memang rentan terhadap virus.
Untuk pengobatan, maka dengan kata kunci (الكورونا) dapat mengikuti cara di atas untuk mendapatkan surah-surah yang akan dibaca.
Tentu, dengan mengkhatamkan Al-Qur’an 30 juz semua surah-surah di atas sudah terbaca. Teknik di atas sebagai alternatif bagi yang tak sanggup membaca keseluruhan Al-Qur’an atau setidaknya takhfiif (shortcut, keringanan) bagi mereka yang membutuhkan.
Semoga bermanfaat
Penulis: Ziyad Ulhaq
(Dosen Pasca Sarjana IIQ, Pengampu Studi Living Quran, Praktisi Pengobatan AlQuran).