Puasa diperintahkan oleh Allah dari alam intuisi ke alam nyata untuk membahagiakan manusia. Membuat manusia kembali mengalami alam ruhani, yaitu alam dimana ruhani (ruh Allah yang ditiupkan ke dalam diri manusia) memimpin perilaku dan membuat manusia mempunyai rasa, karsa, cipta, yang membawanya kepada ketakwaan tentunya.
Puasa adalah kreasi Tuhan sang Maha Pencipta (The real creator). Puasa akan membuat jiwa kita yang tadinya kering menjadi lembab kembali; jiwa kita yang tadinya gersang menjadi hijau kembali; hati yang tadinya beku, menjadi cair kembali; otak yang tadinya penat menjadi segar kembali. (AK. Mustafit, 2004: 19-20).
Perintah mengenai puasa telah tertulis dalam QS. Al-Baqarah [2]:183
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Saifullah, 2017)
Sebagaimana dalam Hadis pun Rasullah Saw. bersabda :
الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدْ مِنَ النَّارِ
“Puasa adalah perisai, seorang hamba berperisai dengannya dari api neraka” [Hadits Riwayat Ahmad 3/241, 3/296 dari Jabir, Ahmad 4/22 dan Utsman bin Abil ‘Ash. Ini adalah hadits yang shahih]. (almanhaj.or.id)
Dalam ayat ini, Allah SWT berfirman dengan menggunakan redaksi, “agar kamu bertakwa”. Dengan demikian, ayat tersebut menjadi pedoman bagi umat Islam dalam melaksanakan ibadah puasa untuk mencapai derajat takwa seseorang.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan salah satu dari beberapa efek aktivitas puasa ialah sarana pembentukan kepribadian dan pengendalian diri, ibadah puasa baik puasa wajib maupun puasa sunat, memiliki aspek-aspek pengendalian diri.
Hal ini dikarenakan puasa dapat melatih manusia untuk mengontrol diri seseorang. “Adapun aspek-aspek pengendalian diri dari ibadah puasa adalah mengendalikan diri dari amarah dan nafsu, melatih kesabaran, meningkatkan kecerdasan emosional membentuk kematangan diri.” (Saifullah, 2017)
Pembentukan kecerdasan emosional salah satunya, menciptakan budaya religius (karakter religius) yang bersifat vertikal yang dapat diterapkan melalui kegiatan peningkatan hubungan dengan Allah SWT, baik secara kualitas atau kuantitasnya. (Muhaimin, 1996: 61-62).
Salah satu upaya yang bisa dilakukan ialah melalui pembiasaan puasa, baik puasa sunat maupun puasa ramadhan yang bisa kita terapkan baik di lingkungan keluarga maupun sekolah.
Sudah menjadi hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk membina dan membiasakan anak-anak mereka supaya mampu mengendalikan diri dari segala godaan hawa nafsu dan keinginan berlebihan sejak dini. Karena puasa adalah menahan diri dari makan dan minum, serta yang dapat membatalkan baik itu secara badani (fisik) maupun secara mental (jiwa) sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.” Penulis memahami pengertian di atas bahwa puasa adalah suatu aktivitas menahan dan membentengi diri dari perbuatan fisik dan psikis dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa, sementara perbuatan rohani (psikis) adalah segala bentuk emosi dan marah. (Saifullah, 2017)
Seperti yang dijabarkan oleh Wibowo (2013: 21-22) bahwa kebiasaan kehidupan di sekolah dan budaya sekolah yang baik dapat menumbuhkan nilai-nilai pendidikan karakter. Oleh karena budaya sekolah (school culture) merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan karakter.
Munculnya lembaga pendidikan dengan konsep pendidikan berbasis kurikulum nasional dan pendidikan berbasis religius secara terpadu memiliki karakteristik dan bagian yang tidak terpisahkan dalam pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. (Eny Wahyu/ Feby Dwi, 2018)
Sahlan (2010: 77) menjelaskan bahwa dalam penguatan karakter religius dapat dilakukan melalui: peraturan kepala sekolah, implementasi kegiatan belajar mengajar, kegiatan ektrakurikuler, budaya dan perilaku yang dilaksanakan semua warga sekolah secara terus-menerus. Sehingga penguatan karakter berbasis religius dapat tercapai sesuai yang diharapkan oleh sekolah. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan kegiatan tersebut adalah mencontohkan keteladanaan, menciptakan lingkungan yang kondusif, dan ikut berperan aktif.
Karakter manusia merupakan hasil tarik-menarik antara nilai baik dalam bentuk energi positif dan nilai buruk dalam bentuk energi negatif. Energi positif itu berupa nilai- nilai etis religius yang bersumber dari keyakinan kepada Tuhan.
Nilai-nilai etis moral itu berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani). Energi positif itu berupa: pertama, kekuatan spiritual. Kekuatan spiritual itu berupa iman, Islam, ihsan dan takwa, yang berfungsi membimbing dan memberikan kekuatan kepada manusia untuk menggapai keagungan dan kemuliaan (ahsani taqwim); Kedua, kekuatan potensi manusia positif, berupa aqlus salim (akal yang sehat), qalbun salim (hati yang sehat), qalbun munib (hati yang kembali, bersih, suci, dari dosa) dan nafsul mutmainnah (jiwa yang tenang), yang kesemuanya itu merupakan modal insani atau sumber daya manusia yang memiliki kekuatan luar biasa. Ketiga, sikap dan perilaku etis. Sikap dan perilaku etis ini merupakan implementasi dari kekuatan spiritual dan kekuatan kepribadian manusia yang kemudian melahirkan konsep-konsep normatif tentang nilai-nilai budaya etis. Sikap perilaku etis itu meliputi: istiqamah (integritas), ihlas, jihad, dan amal saleh. (Oki Dermawan, 2013)
Manfaat yang kita rasakan melalui ibadah puasa tak hanya ketakwaan yang bertambah dan surga sebagai ganjarannya kelak. Tetapi juga kedamaian dan keterbukaan hati dan pikiran dapat kita rasakan melalui ibadah puasa ini.
Tak hanya puasa ramadhan, puasa sunat yang dijadikan kebiasaan rutin pun akan meningkatkan kecerdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan emosional kita (EQ). Karena pada saat ini tak hanya kecerdasan intelektual (IQ) yang mejadi faktor kesuksesan seseorang.
Pribadi yang jujur, integritas tinggi, dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu menjadi sebuah kebutuhan utama di tengah era globalisasi yang semakin memudahkan kita mengakses informasi dari luar, baik berupa informasi positif maupun negatif. Oleh sebab itulah “pendidikan ruhani menjadi jalan alternatif untuk meraih kecerdasan spiritual dan emosional di tengah miskinnya moral.”
Sumber
- Mustafit, A.K. 2004. Kupas Tuntas Puasa. Jakarta: QultumMedia
- Dermawan, Oki. 2013. “Pendidikan Kararkter Siswa Melalui Ibadah Puasa” dalam Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam. Vol. 8, No. 2. Lampung
- Saifullah. 2017. “Konsep Pembentukkan Karakter Siddiq dan Amanah pada Anak melalui Pembiasaan Puasa Sunat” dalam Jurnal Mudarrisuna. Vol. 7, No. 1. Aceh