Skip to main content

Indonesia kembali memperingati satu di antara hari bersejarah dalam masa perjuangan menuju kemerdekaan, yakni hari pendidikan nasional (hardiknas). Ditetapkannya tanggal 2 Mei sebagai hari pendidikan nasional tidak terlepas dari jasa-jasa di antara tokoh dan pahlawan nasional Ki Hajar Dewantara, beliau merupakan pelopor kebangkitan pendidikan di Indonesia. (Tribunnewa.com) (Sabtu, 02 Mei 2020).

Tetapi seiring berjalannya waktu pola pikir masyarakat Indonesia tidak lagi sama dengan Ki Hajar Dewantara, Slogan
“Ing ngarsa sung taladha ing madya mangun karsa tut wuri handayani” yang artinya “di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberikan daya kekuatan”, Slogan itu sudah jarang dikaji, pola pendidikan formal yang selama ini mengedepankan pengajaran dengan prestasi sebagai ukuran, patut untuk dikaji ulang.

Memang pengajaran itu menghasilkan anak-anak pintar, tetapi tidak terdidik dan lemah budi pekerti. Akibatnya, bisa seperti saat ini, meski berpendidikan tinggi dan mengaku beragama, sejumlah pemimpin berbuat sangat memalukan dan menimbulkan suasana tidak tenteram di tengah masyarakat. Hal ini mencerminkan bahwa slogan Ki Hajar Dewantara sudah jarang dikaji dan di aplikasikan di dunia pendidikan. Maka, apakah Indonesia sudah terdidik? Jawabannya adalah belum terdidik

Keprihatinan ini disampaikan budayawan dan pengasuh Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin Rembang, KH Musthafa Bisri (Gus Mus),

dalam seminar nasional Mengembangkan Spiritualitas dalam Keluarga, acara yang diadakan dalam rangka Dies Natalis ke-56 Universitas Diponogoro (Undip), Semarang (Rabu, 09-10-2013), di kampus Undip Tembalang.

Turut berbicara menurut Gus Mus, sejak orde baru ia tak melihat disekolah-sekolah kecuali taman kanak-kanak, apa yang di sebut dengan pendidikan,

Gus Mus berkata “jangan heran sekarang banyak orang pintar tetapi tidak terdidik.” (Kompas.com) (Kamis, 10 Oktober 2013).

Hal ini pun terjadi dikarenakan tidak lagi diterapkannya pembelajaran tentang budi pekerti serta norma-norma kewarganegaraan, yang menjelaskan bagaimana seseorang dalam beretika dan bertatakrama dengan baik dan benar.

Di era sekarang, mencari ilmu pendidikan tidaklah lagi harus dibangku sekolah, bahkan sekolah sudah di nomor duakan oleh teknologi.

Sebab teknologi sudah menjelaskan keberhasilan-keberhasilan yang didapatkan oleh media. (Jamberita.com) (Yulyana Eka Sari Sabtu, 24, Agustus 2019).

Oleh karena itu, jadilah manusia pintar dan terdidik. Bukan hanya pintar dalam berbagai ilmu, tetapi selain pintar kita juga harus terdidik, dengan mengedepankan etika, sopan santun, dan berperilaku baik kepada semua orang.

Jika kita sudah mendapatkan keduanya yaitu pintar dan terdidik, maka, secara tidak langsung kita sudah mengaplikasikan pesan dari Ki Hajar Dewantara.

Jika kita dapat mengaplikasikannya kita akan terhindar dari sifat angkuh dan tidak akan ada lagi orang yang sombong karena ilmunya yang tinggi.

Saatnya kita menjadi contoh yang baik bagi generasi muda dan harus saling menyayangi kepada sesama.

Sumber:

https://www.google.com/amp/s/m/.tribunnewa.com/amp/pendidikan/2020/05/02/sejarah-hari-pendidikan-nasional-hardiknas-yang-diperingati-setiap-tanggal-2-mei

https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/nasional/red/2013/10/10/1224507/Banyak.Orang.Pintar.terapi.Tidak.Terdidik

https://jamberita.com/read/2019/08/24/5952642/akibat-pendidikan-hanya-menciptakan%C2%AOgererasi-yang-pintar-bukan-generasi-yang-terdidik–%C2%AO

Penulis: Ainun Naja

One Comment

  • Taufiq Musa berkata:

    Mencari jawaban tentang indonesia sudah yerdidik atau belum tentu harus melewati kajian lebih dalam. Tak mudah menjadikan sesuatu yang relatif sebentar menjadi sebuah ukuran bahwa indonesia sudah terdidik atau belum. Jika kita memfonos dengan jawaban “belum” tentu tidak akan sesuai dengan kenyataan bahwa dipelosok-pelosok negeri ini masih terasa denyutan nadi pesantren-pesantren yang swjatinya berjalan di atas rel pendidikan. Namun di sisi lain banyak orang tidak mampu mendapat kelayakan berpendidikan lantaran ekonomi, dengan demikian negeri ini tak semustinya difonis dengan kata “belum” berpendidikan, namun negeri ini sedang berusaha melepaskan cekikan dasi pelenggu pembodohan. Meski terkadang terjebak dalam belantara kerusakan akhlaq yang tak patut menjadi cerminan.
    Setetes tinta memang mampu merubah warna lautan susu, namun tak akan mampu merubah nama menjadi tinta biru. Maka dari itu layak atau tidak untuk diminum tergantung seberapa yakin seseorang untuk menegugnya.

Leave a Reply

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.