Skip to main content
Artikel

UKT Naik : Pelanggaran Hak Asasi Pendidikan dan Amanat Konstitusi!

Kontroversi mengenai kenaikan UKT di sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Tengah ramai diperbincangkan dimana-mana. Hal ini bermulai dari penetapan Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 mengenai Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi di PTN Kemendikbudristek. Khususnya pada pasal 7 disebutkan bahwa, PTN dapat menetapkan tarif UKT lebih tinggi dari besaran Biaya Kuliah Tunggal (BKT). Yakni, golongan UKT 1 sejumlah Rp.500.000 dan golongan UKT 2 sejumlah Rp.1000.000 menjadi standar minimal yang harus dimiliki PTN. Sedangkan, golongan UKT lainnya ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi.

Regulasi ini menyulut protes dari masyarakat, khususnya kalangan mahasiswa, hingga menyebabkan terjadinya aksi demonstrasi dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Namun, protes ini justru mendapat respon dari Tjitjik Sri Tjahjandire selaku Sekretaris Dirjen Pendidikan, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, bahwa pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier dan tidak termasuk dalam wajib belajar 12 tahun.

Tanggapan lain juga datang dari Nadiem saat menghadiri pertemuan dengan Komisi X DPR RI pada Selasa 21 Mei 2024 lalu,  Nadiem menegaskan bahwa peraturan-peraturan terkait UKT ini hanya berlaku bagi mahasiswa baru dan tidak berlaku bagi mahasiswa lama. Selain itu, Nadiem juga menyatakan bahwa Kemendikbudristek akan berkomitmen untuk melakukan pencegahan kenaikan UKT yang terlampau fantastis serta memastikan perannya supaya kenaikan UKT pada PTN tetap rasional dan masuk akal.

Jika kita merujuk pada pembukaan UUD 1945 yang berbunyi demikian “Negara Indonesia bertekad melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”

Amanat pembukaan undang-undang di atas, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, kemudian melahirkan kewajiban konstitusi sebagaimana tercantum pada UUD 1945 pasal 31 (1) bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4) negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, dan (5) pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia

Namun, sangat disayangkan realita saat ini sudah  sangat jauh dari nilai-nilai dan harapan yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945. Maka dari itu, patut dipertanyakan dimanakah komitmen dan rasa tanggung jawab pemerintah dalam mewujudkan amanat konstitusi “mencerdaskan kehidupan bangsa.”? Bagaimana Indonesia dapat menjadi bangsa dengan SDM yang unggul, jika akses pendidikan dibuat sulit dengan biaya tinggi nan fantastis itu? kebijakan ini telah menggambarkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam pendidikan, sebab pendidikan tinggi yang sepatutnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat, justru hanya bisa dirasakan oleh masyarakat dengan latar belakang mampu.

Kebijakan ini bertolak belakang dengan Islam yang kerap menghargai dan mengapresiasi hak asasi manusia (HAM). Pada pembahasan hak asasi pendidikan, Islam telah menaruh perhatiannya untuk ilmu pengetahuan. Banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an dan Hadis yang menyatakan tentang pentingnya menuntut ilmu dan menempuh pendidikan diantaranya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ  

“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: `Berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:` Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S al- Mujadilah (58): 11)

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا قَبۡلَكَ إِلَّا رِجَالٗا نُّوحِيٓ إِلَيۡهِمۡۖ فَسۡ‍َٔلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ  

“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui”

(Q.S al-Anbiya (21): 7)

Dalil-dalil tersebut menegaskan bahwa kewajiban dan hak untuk memiliki ilmu pengetahuan tidak hanya berlaku bagi laki-laki, tetapi juga bagi perempuan. Allah tidak membedakan bangsa, jenis kelamin, suku, ras, dan status sosial manusia dalam memberikan pahala atas perbuatan baik yang dilakukan oleh hamba-Nya, termasuk dalam hal menuntut ilmu dan pendidikan. Allah juga berjanji akan memuliakan individu atau bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Masalah pemerataan dan akses pendidikan melibatkan perluasan kapasitas lembaga pendidikan serta memberikan peluang yang setara bagi semua siswa dari berbagai lapisan masyarakat, baik dari segi sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal, tingkat kemampuan intelektual, maupun kondisi fisik. Sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, Islam diharapkan tidak hanya memberikan pandangan, tetapi juga solusi praktis terhadap masalah ini. Dalam pandangan Islam, negara (daulah) dalam aspek politik, hukum, ekonomi, maupun budaya “haram” untuk menghalangi warga negaranya dalam menuntut ilmu dan mendapatkan kesempatan pendidikan. Dengan kata lain, pemerintah memiliki kewajiban (jika tidak dilaksanakan maka berdosa) untuk menyelenggarakan pendidikan yang sebaik mungkin dan semurah mungkin bagi rakyatnya.

HIQMA UIN Jakarta,

Shifa Isyalini Sukino & Ika Shafarianti

DAFTAR PUSTAKA 

CNN Indonesia. (2024). DPR Panggil Nadiem soal Lonjakan UKT : Kami Minta Penjelasan. Diakses pada 22 Mei 2024, dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240521103059-32-1100264/dpr-panggil-nadiem-soal-lonjakan-ukt-kami-minta-penjelasan

CNN Indonesia. (2024). Kemendikbud Klarifikasi soal Kuliah Cuma Kebutuhan Tersier. Diakses pada 22 Mei 2024, dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240521135828 201100388/kemendikbud-klarifikasi-soal-kuliah-cuma-kebutuhan-tersier

Machali, Imam. (2012). Islam Memandang Hak Asasi Pendidikan. Vol. XVII No.1 2012/1433.

Leave a Reply

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.