Skip to main content

-Divisi Syarhil-

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحَمْدُ لِلَّه رَبِّ الْعَالَمِيْنَ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ  اَمَّا بَعْدُ

Dewan hakim yang adil dan bijakasana, hadirin pemuda harapan bangsa dan pemudi harapan ibu pertiwi.

Najwa Shihab, presenter dari acara populer Mata Najwa. Seorang duta baca Indonesia pernah berkata “membaca ialah upaya merengkuh makna, ikhtiar untuk memahami alam semesta. Itulah mengapa buku disebut jendela dunia, yang merangsang pikiran agar terus terbuka.” Hal ini didukung oleh ungkapan Joseph Brodsky, seorang penyair pemenang Penghargaan Nobel sastra tahun 1987, menurutnya “Ada kejahatan yang lebih kejam daripada membakar buku, yaitu tidak membacanya.”

Kedua ungkapan tersebut hadirin, mengisyaratkan kepada kita betapa pentingnya membaca, selain menambah pengetahuan juga merangsang keterbukaan pikiran. Membaca tak sekedar melihat kata, tetapi mengambil makna. Semakin banyak literature yang kita baca, semakin kita memahami beragam hal di alam semesta.

Sedangkan realita yang kita hadapi pada generasi milenial ini, dengan berbagai gadget yang memadai, hobinya posting story sana-sini, lebih mengutamakan gengsi daripada fungsi, membeli buku hanya untuk pajangan dan koleksi, akhirnya menjadi generasi kurang literasi, yang mudah termakan hoaks dan provokasi. Betul hadirin? Sungguh miris sekali.

Oleh sebab itu, jika ingin memiliki generasi bangsa yang maju dan tak mudah dibohongi bangsa lain, kita harus meningkatkan literasi, mulai membaca buku fiksi non-fiksi, menggali potensi diri, meriah prestasi, menjadi pemuda pemudi berkualitas nan cerdas sebagaimana yang dicontohkan Baginda Nabi SAW.

Maka pada kesempatan ini kami akan menyampaikan Syarhil Quran yang berjudul: Meningkatkan literasi demi terwujudnya generasi berprestasi dengan kajian surah Al- Alaq 1-5 :

أِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ (١) خَلَقَ الأِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (٢) أِقْرَأْوَرَبُّكَ الأَكْرَمِ (٣) الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (٤) عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَالمْ يَعْلَمْ (٥) ﴿ العلق / ٩٦: ١-٥

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (1), Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2), Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia(3), Yang mengajar (manusia) dengan pena (4), Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (5).”

Hadirin yang berbahagia, ayat tersebut mengandung shighat amar, yang terukir dalam kalimat iqra’, yang berarti “bacalah”. Kaidah ushul fiqh dijelaskan bahwa al Ashlu fil amri lil wujuub, “pada asalnya, perintah menandakan kewajiban”. Berarti wajib bagi saya, anda, dan kita semua untuk membaca.

Dari ayat tadi, terdapat dua kali perintah membaca yaitu di ayat 1 dan 3, sebagai pengukuhan perintah membaca. Pada ayat ketiga, perintah membaca disandingkan dengan penegasan bahwa Allah adalah Zat yang Maha Pemurah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, perintah membaca yang pertama lebih menekankan kepada membaca karena Allah, sedangkan perintah membaca yang kedua itu dianjurkan agar memperoleh manfaat dari bacaan, atau kejadian yang menjadi ibrah dalam kehidupan

Makna perintah membaca dalam ayat tadi bukan hanya dalam arti membaca tulisan atau sebuah buku, melainkan lebih dari itu. Sebab, Nabi Muhammad menurut para ulama adalah seorang yang tidak bisa membaca dan menulis. Kendati demikian, Nabi Muhammad dikenal sebagai seorang yang cerdas dalam membaca realitas sehingga ia memiliki jiwa sosial yang tinggi, revolusioner, jiwa kepemimpinan, dan seterusnya.

Hadirin, sifat rosul ini memberikan satu ajaran mulia kepada kita umatnya, bahwa kita sebagai umatnya harus menjadi umat yang cerdas berintelektual tinggi dengan memiliki minat baca yang tinggi sebagai salah satu caranya.

Timbul pertanyaan, Bagaimanakah dengan kondisi saat ini hadirin?

Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan

10   negara   terbawah   yang   memiliki   tingkat   literasi   rendah. Sementara UNESCO menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001persen.

Artinya dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang yang gemar membaca. Padahal Indonesia memiliki perpustakaan nasional dengan tinggi 24 lantai yang menjadikan perpustakaan Nasional Republik Indonesia adalah yang tertinngi dunia. Sungguh sebuah ironi. Negara dengan perpustakaan tertinggi dunia, masyarakatnya hanya 1 orang per seribu yang gemar membaca.

Hal ini menunjukkan persoalan literasi masih menjadi hal yang harus dibenahi di Indonesia. Padahal buku memegang peranan sangat vital bagi kehidupan manusia. Bahkan Abi Quraish Shihab menuturkan, “membaca adalah syarat utama guna membangun peradaban. Semakin luas wilayah pembacaan maka semakin tinggi pula peradaban. Begitu pula sebaliknya.”

Jika permasalahan ini tidak segera dibenahi, maka pasti, sekali lagi .. pasti bangsa ini terlena dengan kemudahan teknologi , menjadi generasi minim prestasi, kurang edukasi dan sosialisasi, sangat mudah diprovokasi, bahkan sulit beradaptasi mengikuti arus modernisasi, akhirnya Indonesia menjadi negeri terisolasi. Na’udzubillah, tsumma na’udzubillahi mindzaalik. Sungguh ini sangat memprihatinkan Manusia kurang literasi keterampilan akan tergerus globalisasi. Hanya bangsa dengan minat baca yang tinggi yang bisa beradaptasi menghadapi arus globalisasi dan teknologi 5.0. Sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni sangat diperlukan jelang Indonesia Emas pada tahun 2045. Dan sampai saat ini, Indonesia belum siap untuk itu. Hal tersebut terjadi karena masih sangat rendahnya minat literasi di sebagian besar masyarakat kita.

Oleh sebab itu, mari tingkatkan semangat membaca, gemakan budaya literasi disamping melek teknologi. Bukan tanpa alasan, hal tersebut merupakan syarat mutlaq yang tidak bisa di tawar untuk masa depan umat dan bangsa yang mandiri dan berprestasi. Sebagaimana terkandung di surat al-alaq bahwa di antara kemurahan Allah Swt. ialah Dia telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Hal ini berarti Allah telah memuliakan dan menghormati manusia dengan ilmu. Dan ilmu merupakan bobot tersendiri yang membedakan antara Abul Basyar (Adam) dengan hewan. Allah Swt juga menjanjikan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang memiliki dan memahami ilmu yang tercantum dalam surah al-mujadalah ayat 11 :

يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْآ إِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْج  وَإِذَا قِيْلَ انْسُزُوْا فَانْسُزُوْا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْلا وَالَّذِيْنَ أُوْتُواالْعِلْمَ دَرَجَاتٍ قلى  وَ اللَّهُ بِمَاتَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ﴿ المجادلة / ٥٨ : ١١﴾

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu, “maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Hadirin yang dirahmati Allah. Itulah janji Allah bagi insan-insan yang mau membaca, menuntut ilmu, memahami kehidupan, dan mengambil pelajaran. Dari seluruh rangkaian pembahasan kami, dapat diambil kesimpulan, bahwa literasi perlu ditingkatkan agar tetap berprestasi dan dapat bersaing di era globalisasi. Itulah yang bisa kami sampaikan, terimakasih atas segala perhatian.Wassalamu’alaikum Wr.Wb

One Comment

Leave a Reply

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.