-Divisi Kasidah-
Kasidah berasal dari bahasa arab qasidah yang artinya nyanyian atau lagu. Nyanyian yang dimaksud yakni syair-syair bertemakan agama Islam atau dakwah Islam. Biasanya syair-syair ini dinyanyikan dengan irama kegembiaraan yang hampir menyerupai Timur Tengah dengan diiringi alat musik seperti rebana, kecrek dan sebagainya.
Menurut tradisinya, kasidah fungsinya untuk menghidupkan lagi perayaan-perayaan yang diadakan oleh warga Yastrib (Madinah al-Munawarroh) untuk menyambut dan menghormati Nabi yang disayanginya, Muhammad saw dan pengikutnya. Kehadiran seni melodi yang dimainkan oleh masyarakat Ysatrib kala itu didorong karena rasa senang dan bahagia atas kedatangan Nabi Muhammad saw. Menghadirkan kesenian kasidah saat ini sama artinya membayangkan kehadiran Rasulullah yang datang di tengah-tengah kita. Karena pada saat itu, beberapa kaum Anshar menyambut kedatangan Nabi dan mendendangkan lagu-lagu pujian diiringi dengan lantunan musik rebana. Kala itu masyarakat Yastrib menyambut dengan kasidah Thala’ al-Badru.
Penggunaan alat musik rebana kala itu sebenarnya sudah lama digunakan oleh masyarakat Arab. Sepeninggal Nabi pun, penggunaan rebana sebagai alat musik terus berlangsung hingga ke Syiria, Irak, Persia, Armenia, Mesir dan Libya. Seni rebana berkembang dari Persia ke Turki sampai ke Bulgaria. Artinya, kebudayaan Islam di Indonesia dikembangkan dari Turki lewat India hingga ke Kerajaan Samudra Pasai (Aceh) sebagai pintu gerbang tempat awal masuknya seni kasidah dan akhirnya berkembang di kawasan Nusantara.
Secara umum, seni musik kasidah terbagi menjadi dua jenis, yaitu kasidah rebana atau klasik dan kasidah modern. Dimana bentuk-bentuk musik kasidah modern berasal dari bentuk musik yang ada sebelumnya yaitu musik kasidah rebana atau klasik. Seperti, Salawatan, Barzanji, Zapin, Kentrung, Opak abang dan lain-lain.
Bentuk-bentuk seni pertunjukan ini masih bersifat individual berupa ansabel sejenis dan mempunyai struktur komposisi kecil sederhana, kemudian dalam kurun waktu yang lama cenderung untuk membentuk ke bentuk komposisi yang lebih kompleks dan mengalami proses akulturasi antar sesama. Akulturasi yang bersifat lokal dan berpengaruh dari kebudayaan Arab, serta proses yang panjang, maka diperkirakan terbentuklah musik Rebana atau klasik. Terbentuknya musik rebana atau klasik disebabkan oleh dua hal pokok yaitu, karena mempunyai elemen-elemen musikal yang sama, terutama adanya instrumen terbangan, dan mempunyai bentuk syair ke-Islaman yang sama.
Saat ini perkembangan musik sedemikian maju, musik Barat tak terbendung masuk ke Indonesia dengan jenis musik hiburan yang modern dengan peralatan dan bentuk penyajian yang menarik, seperti: musik pop, jazz rack, blues, dangdut, keroncong bahkan campursari dan sebagainya, maka musik rebana atau klasik dianggap sebagai musik bercirikan Islam pedesaan yang ketinggalan zaman, budaya pesantren tradisional, sehingga dianggap kurang representatif, kuno dan tidak diminati kaum muda. Dengan demikian, musik rebana atau klasik mengalami perubahan diri, atau sebuah evolusi kecil dalam hal komposisinya sehingga ia mengalami proses akulturasi, yaitu membuat suatu perubahan bentuk dirinya dengan mengambil hal-hal yang baru. Selanjutnya musik rebana mengambil elemen-elemen musik Barat, terutama peralatan, bentuk penyajian, syair dan meninggalkan sebagian elemen-elemen musik rebananya, tetapi tetap mempertahankan ciri Islamnya, maka terbentuklah musik kasidah modern.
Musik kasidah modern sebagai musik yang berbeda dari musik rebana, tetapi berasal dari musik rebana yang mengalami proses dekulturasi, di satu sisi ia kehilangan nilai-nilai sakral Islaminya, pada sisi lain ia mempunyai nilai hiburan yang lebih menarik daripada musik rebananya. Kehilangan nilai sakralnya karena dalam musik kasidah syair yang ia gunakan dapat dalam bahasa Arab, bahasa Indonesia dan bahasa daerah, sedangkan pada rebana syair yang digunakan hanya dalam bahasa Arab, selain itu bentuk penyajian, cara menyanyi, kostum, rias, dan lain sebagainya, lebih bernilai hiburan, walaupun tema-tema lagu tetap dalam koridor keislaman. Mengenai peralatan terjadi perubahan yang besar dengan meninggalkan peralatan-peralatan yang dianggap sangat tradisional, seperti: bas rebana, kempling, yang diganti dengan bas listrik dan drum set.
Pengamat musik Denny Sakrie dalam 100 Tahun Musik Indonesia menyebut bahwa pemusik Agus Sunaryo yang memimpin kelompok bintang-bintang Ilahi merupakan orang yang memperkenalkan kasidah modern. Generasi pertama kasidah di Indonesia adalah Rofiqoh Darto Wahab. Setelah itu juga ada grup kasidah Nasida Ria yang turut mengenalkan musik kasidah modern.
Nama Rofiqoh Darto Wahab melejit di dunia kesenian generasi pertama kasidah Indonesia. Karena Berawal dari membacakan ayat-ayat al-Qur’an dan berkasidah di Istana Negara dalam acara maulid Nabi Muhammad Saw penampilannya yang begitu memukai dan itu sangat menarik perhatian beberapa tamu dari Jakarta yang hadir pada acara tersebut.
Pada saat itulah Rofiqoh Darto Wahab, mendapatkan tawaran masuk dalam dunia rekaman dengan mendapat dukungan penuh oleh grup musik pemuda yang bernama al-Fata. Al-Fata tersebut merupakan grup di bawah pimpinan A. Rahmat.
Saat grup musik Rofiqoh, memasuki dapur rekaman dan terkenal di berbagai penjuru Indonesia, dan lagu-lagunya mulai dikenal di kalangan masyarakat. Lagu-lagu tersebut seperti seperti Hamawi Yaa Mismis, Ya Asmar latin Sani, Ala ‘ashfuri dan Ya Nabi salam ‘alaik kemudian dengan cepat menjadi populer. Lagu-lagu tersebut seiring dengan perkembangan teknologi sering di siarkan berulang-ulang disiarkan di RRI dan kemudian sering tampil di TVRI. Pada tahun 1971 setelah terkenal dan disiarkan di dunia televisi, muncullah berbagai kaset yang membuat Rofiqoh makin melejit sehingga rofiqoh di juluki sebagai bintang atau orang menyebutnya ”Umi kultsum” Indonesia pada masanya.
Selain itu juga ada grup kasidah Nasida Ria yang dibentuk di semarang, Jawa Tengah pada tahun 1975 oleh H. Malik Zain, seorang guru qira’at yang pernah berpengalaman dengan kelompok Assabab. Nasida Ria berasal dari kata “nasyid” dan “ria”. Nasyid berarti lagu-lagu atau nyanyian dan ria yang memiliki arti gembira atau bersenang senang, sehingga Nasida Ria memiliki arti lagu atau nyanyian yang dibawakan dengan penuh kesenangan atau kegembiraan. Beliau mengumpulkan sembilan siswinya yakni Mudrikah Zain, Mutoharoh, Rien Jamain, Umi Kholifah, Musyarofah, Nunung, Alfiyah, Kudriyah, dan Nur Ain untuk membentuk sebuah grup. Grup ini awalnya hanya menggunakan rebana sebagai alat musik. Seiring berkembangnya Nasida Ria, wali kota Semarang saat itu, Iman Soeparto Tjakrajoeda menghadiahi satu unit keyboard kepada Nasida Ria. Menyusul kemudian sebuah perusahaan rokok menghadiahkan gitar dan bass. Permainan Nasida Ria pun semakin bervariasi dengan penambahan tamborin, seruling, mandolin serta dua biola. Dan pada era sekarang pun sudah banyak sekali grup musik bernuansa Islami seperti Sabyan Gambus, Opick, Maher Zain dan sebagainya.
Sumber artikel
Danar Rizkiardi, (2021), “Perancangan Buku Biografi Visual Grup Kasidah Modern Nasida Ria”, (Tugas Akhir Program Studi Di Desain Komunikasi Visual. Fakultas Arsitekur Dan Desain, Universitas Pembangunan Nasional, “Veteran”)
Tatu Siti Rohbiah, (2015), “Musik Kasidah dan Perannya dalam Dakwah Nusantara”, Jurnal Bimas Islam, 8(11), 297-320.
Rahma.ID, (2022), Ispirasi Muslimah, Rofiqoh Darto Wahab, Perempuan Generasi Pertama Kasidah
Bagus Susetyo, (2005), “Perubahan Musik Rebana menjadi Kasidah Modern Di Semarang sebagai suatu Proses Dekulturasi dalam Musik Indonesia”, Harmonia: Jurnal Pengetahuan Dan Pemikiran Senin VI(2), Mei-Agustus, 1-10.