M. Reza Saputra
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara dengan kepulauan terbesar di dunia, beraneka ragam suku, bahasa dan budaya. Hal ini yang menjadikan Pancasila sebagai dasar negara yang mengedepankan berbangsa dan bernegara didalamnya. Diketahui Indonesia adalah negara berketuhan sebagaimana tertuang pada sila pertama model bernegara yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa” artinya seluruh warga negara di Indonesia adalah warga negara yang memiliki agama.
Besarnya pengaruh agama di Indonesia menjadikan identitas tersendiri bagi warga negara dalam memegang teguh ideologinya. Sebagaimana diketahui dari 273,87 juta jiwa penduduk Indonesia 238,09 juta jiwa penduduk Indonesia beragama Islam.[1] Diungkapkan agama mayoritas di Indonesia adalah agama Islam, secara tidak langsung peserta dan pemilih didalam Pemilu terbesar di Indonesia adalah Muslim.
Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sebuah proses politik yang selalu dinamis, hanya bisa berjalan lancar dan tertib apabila setiap kontestan Pemilu mengikuti aturan main yang telah disepakati sebelumnya. Sebagai upaya mewujudkan Pemilu yang demokratis jujur dan adil yang bertujuan untuk menghindari terjadinya delegitimasi Pemilu, karena ada beberapa masalah-masalah mengenai penegakan hukum Pemilu yang harus diselesaikan secara menyeluruh, melalui identifikasi-lah yang menjadi pemicu permasalahannya dan seharusnya dicari solusi agar hukum bisa ditegakkan[2]. Pemilihan umum menjadi implementasi atas berdirinya tonggak pemerintahan yang elemen-elemen didalamnya dibangun oleh rakyat, sebagaimana yang tersirat dalam Undang Undang Dasar 1945 pada Pasal 1 Ayat 2 mengatakan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”.
Pelaksanaan pesta demokrasi melalui Pemilu dan sistem hukum di Indonesia ini merupakan perwujudan demokrasi. Penyelenggaraan Pemilu tidak pernah terlepas dari warga negara, karena hal itu merupakan hak konstitusional warga negara baik untuk memilih maupun dipilih. Sebagaimana pemilihan umum yang diselenggarakan atas dasar manifestasi prinsip persamaan di muka hukum (equality before the law) dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan (equal opportunity principle), Pemilu merupakan proses suksesi peralihan pemimpin suatu negara dan daerah yang melibatkan peran nyata publik atau rakyat secara berkedaulatan. Pemilu merupakan suatu aktivitas dari proses demokrasi yang tidak terlepas dari penyelenggaraan Pemilu karena Pemilu memiliki output yakni pejabat politik (elected official), bukan memilih pejabat administratif (appointed official).
Pemilu pada dasarnya sangat mulia sebagai perantara bagi tujuan terselenggaranya masyarakat yang adil, aman dan sejahtera sejalan dengan hifz al-din (memelihara agama), hifz an-nafs (memelihara jiwa), hifz al-aql (memelihara akal), hifz an-nasl (memelihara keturunan), dan hifz al-mal (memelihara harta). Karena sebagai perantara (wasilah) Pemilu harus memperhatikan aspek diatas, karena seringkali dilakukan secara membabi buta, hingga mengorbankan tujuan mulia dari Pemilu itu sendiri. Karena pada dasarnya inti dari maqasid syari’ah adalah kemaslahatan umat manusia.
Dalam kehidupan yang semakin kompleks, terjadi sebuah perkembangan terhadap dinamika yang terjadi dengan cita-cita luhur ajaran agama. Keadaan tersebut menjadi konsen yang harus diperhatikan dengan pendekatan ahli hukum Islam dengan teori-teori yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman tanpa menghilangkan nilai ajaran agama di dalamnya yakni Al-Qur’an dan Hadist.
Mekanisme dalam Pemilu yang telah mendorong peserta Pemilu untuk berlomba-lomba mendapatkan simpati dan suara sering kali menempuh jalan instan merupakan sesuatu yang tidak sesuai dengan model dari maqashid syari’ah. Untuk menjamin Pemilu yang bebas dan adil, diperlukan perlindungan bagi para pemilih, bagi para pihak yang mengikuti Pemilu maupun bagi rakyat umumnya dari segala ketakutan, intimidasi, penyuapan, penipuan, dan praktik-praktik curang lainnya yang akan mempengaruhi kemurnian hasil Pemilu. Jika pemilihan dimenangi melalui cara-cara curang, sulit dikatakan bahwa para pemimpin atau para legislator yang terpilih di parlemen merupakan wakil-wakil rakyat dan pemimpin sejati. Guna melindungi kemurnian Pemilu yang sangat penting bagi demokrasi itulah para pembuat Undang-Undang telah menjadikan sejumlah perbuatan curang dalam Pemilu sebagai suatu tindak pidana. Dengan demikian, Undang-Undang tentang Pemilu di samping mengatur tentang bagaimana Pemilu dilaksanakan, juga melarang sejumlah perbuatan yang dapat menghancurkan hakikat Pemilu yang bebas dan adil itu serta mengancam pelakunya dengan hukuman.[3]
Untuk bacaan yang lebih lengkap silahkan kunjungi link dibawah ini :
[1]https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/30/sebanyak-8688-penduduk-indonesia-beragama-islam
[2] http://arissutanto.blogspot.com,
[3] Ramlan Subekti Dkk, Penanganan Pelanggaran Pemilu, (Jakarta: Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, 2011), h., 10.