HIQMA – Kamis, 11 Mei 2023, Himpunan Qari dan Qariah Mahasiswa (HIQMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah melangsungkan kegiatan rutin malam Jumat yakni pembacaan yasin, tahlil, maulid, dan ditutup dengan kajian umum. Acara dimulai pukul 18.30 WIB dengan pembacaan yasin dan tahlil yang dipimpin oleh Muhammad Nur Alam Syah (Wakil Ketua HIQMA 2023) dan Abidzar Al Ghifari (Koordinator Departemen Rumah Tangga HIQMA 2023). Acara pun dilanjutkan dengan shalat isya berjamaah dan pembacaan maulid diba’ yang diiringi lantunan musik perkusi oleh Hadrah El-Hiqma.
Kajian kali ini mengusung tema “Urgensi Tadabbur Al-Qur’an” yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Salman Tuanku Rajo, M. A. Beliau adalah Ketua Umum HIQMA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 1999-2000 dan 2001-2002. Beliau lahir di Bukittinggi, 7 April 1979 dan saat ini menjabat sebagai Ketua Ikatan Hakim Indonesia Pengadilan Agama Bangko Kelas 1B serta Wakil Ketua Pengadilan Agama Bangko Kelas 1B, Kabupaten Merangin, Jambi.
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْاٰنِ مَا هُوَ شِفَاۤءٌ وَّرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَۙ وَلَا يَزِيْدُ الظّٰلِمِيْنَ اِلَّا خَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.” (Al-Isra: 82)
Allah menurunkan Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat syifa, obat, maupun penyembuh. Al-Qur’an juga merupakan Rahmat bagi orang-orang beriman (mukmin) dan akan mendatangkan kerugian bagi orang-orang yang zalim. Dalam momen bulan suci Ramadhan kemarin, pastilah kita tidak asing dengan ayat yang sering disampaikan oleh para ulama tentang nuzulul Qur’an, yaitu pada Q.S. Al-Baqarah: 185.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِ
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)”
Mengapa di dalam ayat tersebut Allah menyebutkan شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ, atau bulan diturunkannya Al-Qur’an bukan شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ كَتَبَ فِيْهِ الصِّيَامِ? Diantara hikmahnya adalah karena Allah ingin memberi isyarat kepada orang-orang beriman bahwa Ramadhan adalah wasilah atau perantara bagi orang beriman untuk meningkatkan interaksi dengan Al-Qur’an. Sebagaimana dituliskan dalam riwayat sejarah bahwa orang sholih seperti Imam Syafi’i mampu mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak 60 kali di bulan suci ramadhan. Ketika kita menyadari sepenuhnya bahwa Al-Qur’an adalah huda linnas, maka sesungguhnya interaksi seorang mukmin dengan Al-Qur’an tidak boleh hanya sekadar membaca maupun menghafal saja ataupun mengkaji namun hanya untuk menuliskan tafsirnya. Ada satu tahapan interaksi mukmin dengan Qur’an yang harus dilaksanakan pula, yaitu tadabbur. Walaupun hukum tadabbur ini belum ditemukan ini secara eksplisit tentang wajib atau sunnah muakkadnya, namun jika kita merenungi ayat di atas maka hukumnya bisa sampai pada level wajib.
Salah satu pembahasan penting dalam buku Kayfa Nata’ammal ma’al Qur’an (Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Qur’an) yang ditulis Syeikh Yusuf Al-Qordowi adalah ahammiyatu tadabbur Al-Qur’an.
كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَلْبَابِ
“Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran” (Q.S. As-Sad: 29)
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (Q.S. Muhammad: 24)
Apakah mereka mentadabburi Al-Qur’an? Atau hati mereka terkunci? Orang-orang yang hanya sekadar membaca, menghafal, menulis Al-Qur’an tetapi tidak mentadabburi maka sesungguhnya hati mereka telah terkunci. Selain itu, kita juga harus berusaha membaguskan bacaan Al-Qur’an. Banyak dari kita yang belum masuk pada apa yang Allah kehendaki, kita hanya berinteraksi di permukaannya saja. Satu hal yang tidak boleh kita lupakan adalah kita harus senantiasa berjihad dengan Al-Qur’an, sebagaimana Allah telah mengatakan pada Rasulullah “Wahai Muhammad, berjihadlah kamu dengan jihad yang besar.” Allah menyeru untuk menjadi penolongnya. Semoga di tahap ini kita memiliki himmah atau keinginan untuk dapat sampai pada level Anshorullah.
قَالَ الْحَوَارِيُّوْنَ نَحْنُ اَنْصَارُ اللّٰهِ
Ada tiga terminologi yang dikutip oleh Syeikh Yusuf Al-Qordowi dari Al Imam Al Ghazali dalam kitabnya, Ihya ‘Ulumuddin tentang bagaimana seorang mukmin berinteraksi dengan Al-Qur’an. Yang pertama adalah apa yang disebut dengan takhsis atau pengkhususan. Ketika seseorang membaca Al-Qur’an dengan pendekatan takhsis ini, dalam konteks mentadabburi Al-Qur’an dia merasa bahwa seakan-akan Al-Quran diturunkan khusus untuk dirinya. Takhsis yang artinya secara khusus, seseorang yang mengamalkan hal ini membayangkan dirinya adalah orang yang sedang diajak berbicara oleh Allah. Ketika membaca Al-Qur’an, hendaknya kita memahami apa yang kita baca. Hendaknya kita memiliki obsesi untuk memahaminya. Tidak hanya makna secara umum, setiap kalimat, frasa, kata, bahkan makna disetiap hurufnya.
Kemudian yang kedua, ada taassur yang berarti bekas. Artinya, seseorang yang memiliki obsesi mentadabburi Al-Qur’an sangat ingin merasakan ada bekas sentuhan Al-Qur’an di dalam kalbunya. Ketika Allah berfiman dala Q. S. Al-Asr:
وَالۡعَصۡرِۙ اِنَّ الۡاِنۡسَانَ لَفِىۡ خُسۡرٍۙ اِلَّا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوۡا بِالۡحَقِّ ۙ وَتَوَاصَوۡا بِالصَّبۡرِ
Dalam Surat tersebut Allah mengingatkan betapa penting dan berharganya waktu sampai kita sebagai orang yang beriman tidak boleh menyia-nyiakannya. Para ahlul Qur’an tentunya tidak ingin waktuya terlewat begitu saja tanpa bernilai ibadah untuk Allah SWT. Ketika kita ingin disebut sebagai orang-orang yang beruntung, maka kita harus memastikan ikhtiyar kita maksimal dalam mencapai kekhusyu’an dan meninggalkan hal-hal yang bersifat lagwun.
Kemudian yang ketiga adalah taroqqi. Pada tahap ini seseorang merasakan ada peningkatan dalam interaksinya dengan Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam hadist Jibril, hadist kedua dalam hadist arba’in yang menjelaskan tentang ihsan. Ap aitu ihsan? Ihsan adalah kita beribadah seakan-akan dapat melihat Alllah, namun apabila tidak, maka kita harus menyadari sepenuhnya bahwa Allah melihat kita.
Di akhir penyampaiannya, beliau pun menyampaikan pesan untuk keluarga besar HIQMA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk senantiasa berjuang mensyiarkan dakwah Qur’an agar kamu muslimin semakin dekat dengan Qur’an, dapat memperbaikin bacaannya, serta dapat melaksanakan dakwah yang rahmatan lil’alamin. Beliau juga berharap semoga kita dapat menjadi mujahidul qur’an sepanjang hidup. Semoga Al-Qur’an dapat menyatu pada setiap tarikan hembusan nafas kita.