Oleh : Muhammad Fazlurrahman Adinugraha
“Ikhtilaafu Ummati Rohmatun, ada yang mengatakan ini adalah sebuah hadits maudhu dan ada juga yang mengatakan ini adalah hadits dhoif, namun karena untuk fadhoilul amal maka diperbolehkan dipakai. Dalam pandangan Hadits, Hadits ini tidak ditemukan sanad nya. Hadits ini termasuk dalam kategori hadits yang sanad nya terputus (munqoti/ mursal) mata rantai nya tidak di temukan. Dalam kitab Jami’us Shogiir dikatakan “barangkali hanya sebagaian Ulama saja yang menyebutkan hadits ini di dalam kitabnya”. Tetapi ada yang mengatakan bahwa kata “Ikhtilaafu Ummati Rohmatun” ini muallaq kepada perkataan Imam Malik.
Ikhtilaafu Ummati Rohmatun artinya perbedaan di dalam umatku adalah sebuah rahmat.
Rasul sendiri disini telah membuka peluang kepada kita untuk berbeda pendapat, Ikhtilaafu disini dikaitkan dengan perbedaan pendapat. Tetapi dalam hal ushuliyah seperti tauhid tidak diperbolehkan berbeda pendapat,Yang diperbolehkan untuk berbeda pendapat hanya dalam hal furu’iyah.
Salah satu yang nabi contohkan yakni pada saat Rasul memerintahkan sahabat untuk hijrah ke suatu tempat, kemudian Rasul memerintahkan “jangan dahulu shalat sebelum sampai ke tempat tujuan” Tetapi pada pelaksanaannya para sahabat saat itu berbeda pendapat, Ada yang shalat ketika diperjalanan (karena sudah masuk waktu shalat), ada juga yang shalat ketika sudah sampai tujuan (mengikuti perintah Rasul). Ketika di adukan kepada Rasul terkait hal ini, Rasul tidak menentang salah satu di antara dua pendapat ini. Dari sini dapat disimpulkan terkait hal hal furu’iyah Rasul sendiri pun sudah mempraktikan bagaimana cara bersikap ketika terjadi perbedaan pendapat.
Perbedaan pendapat yang paling sering di angkat dalam perbandingan Madzhab paling banyak terdapat dalam ayat yang menjelaskan tentang masa iddah (QS. Al Baqoroh : 228), Imam Hanafi mengartikan Quru’ itu sebagai Haid, sedangkan Imam Syafi’i mengartikan Quru’ itu adalah suci. Dalam ayat ini Alah sendiri sudah memberi peluang kepada kita untuk berbeda pendapat terkait hal furu’iyah. Para ulama dulu mengajarkan kepada kita ketika saling berbeda pendapat dalam hal furu’iyah jangan saling menyalahkan satu sama lain dan merasa paling benar. Para Imam madzhab pun tidak mendeklarasikan bahwa pendapat nya lah yang paling benar, dalam keterangan nya pun mengatakan “ini adalah pendapat saya, jika kalian ingin mengikuti silahkan dan jika kalian mendapati pendapat yang lain dipersilahkan pula”. Artinya para Imam madzhab tidak mengikat bahwa pendapatnyalah yang paling benar.
Kemudian ketua HIQMA sendiri yakni Ka Ahmad Rifa’i menambahkan terkait penjelasan yang sudah disampaikan, bahwa terkait Ikhtilafuu Ummati Rohmatun yang berarti perbedaan dalam umat Nabi Muhammad adalah suatu rahmat, yang apabila kita telusuri ada nikmat dan rahmat di balik perbedaan itu semua. dalam QS. Al Hujurat:13 dijelaskan, bahwasannya Allah menciptakan manusia laki-laki dan peremuan, dan berbangsa-bangsa, bersuku-suku untuk saling mengenal, dan yang paling penting bukanlah yang paling banyak hartanya, yang paling putih kulitnya, dan lain sebagainya, tetapi yang penting adalah yang paling bertaqwa.
Jika dikaitkan dengan fenomena yang terjadi saat ini, perbedaan pilihan Presiden itu sangat wajar karena tidak ada hadits yang menjelaskan mengharuskan sebuah negara itu harus berbentuk khilafah, atau menjelaskan pemimpin itu harus seperti ini dan seperti ini. Adapun kriteria kriteria pemimpin itu adalah dari rancangan para ulama dari statement-statement Rasulullah yang tidak hanya satu tetapi dari berbagai hal yang berbeda, maka ketika kita berbeda pilihan janganlah kita saling memaki, dan menjelekkan satu sama lain. Terkait perbedaan kalam, atau madzhab, dalam perbandingan madzhab sendiri yang terpenting kita mengetahui dalil nya, jangan taqlid buta. Karena di antara 4 madzhab itu sendiri berbeda karena menyesuaikan dengan tempat dan zaman nya.
Kemudian kajian pada malam ini disimpulkan oleh Cak Musa (salah satu peserta kajian) yakni “Jika perbedaan adalah rahmat, disinilah musyawarah berbicara atas haknya, dan ijtihad lahir pada waktunya. Satu kata yakni –Rahmat- adalah kuncinya, rahmat adalah wujud kasih sayang, dan kasih sayang adalah sesuatu yang membuat pihak merasa diperdulikan. Maka mereka akan merasa berterimakasih, dan untuk berterimakasih manusia pasti berfikir bagaimana caranya membalas budi, jika manusia berfikir maka itulah tanda ia hidup. Sebab hidup adalah proses, dan proses adalah perubahan, perubahan itulah yang menandakan kita hidup, Jika kita yang hidup takut akan perubahan, sesungguhnya kita sudah mati. Atau kita tetap hidup tapi dalam kemiskinan jiwa dan hati.”
Semoga bermanfaat
WaAllahu A’lamu Bish-Showwab