Dewasa ini manusia mampu menciptakan kemajuan dalam berbagai bidang seperti transportasi, teknologi-informasi, tranformasi komunikasi dan digitalisasi.
Di balik kemudahan yang diberikan oleh kecanggihan era digital, menyimpan sejumlah potensi negatif yang sangat merugikan bangsa dan negara.
Dosen Universitas Bakrie, Pandit Sumawinata, mengatakan bahwa sosial media merupakan personal brand seseorang. Melalui sosial media kita dapat membangun image positif maupun negative tergantung bagaimana cara kita menggunakannya.
Artinya, sosial media seharusnya bisa menjadi wadah bagi kita untuk menyalurkan dan mendapatkan hal-hal baik guna wawasan dan pengetahuan kita.
Dalam bersosial media, masih banyak kasus yang menyebabkan kehancurkan moral bangsa, bobroknya generasi muda mulai terjadinya hoax dan fitnah yang meresahkan warga.
Sebagai bukti pada 22 Mei 2019, bentrok antar mahasiswa dan kepolisian karena masalah KPU yang tidak transparan, pembulian terhadap siswi dianggap membanggakan[1], melakukan candaan tidak bermoral kepada guru saat jam pelajaran[2], pembingkaian berita yang tidak merefleksikan esensi dari fakta sesuai keadaan, bahkan sebuah distorsi atau pemutar balikkan realita yang sangat mengkhawatirkan[3].
Oleh karena itu, kita harus membentengi diri dalam menyikapi akhir zaman yang penuh dengan fitnah dan permusuhan. Bahkan Imam Ali Bin Abi Tholib mengatakan
أفضل الناس هو الحق في الاستجابة لعصره.
“Sebaik-baik orang adalah yang tepat dalam menyikapi jamannya” (HR. Bukhori)
Perkembangan teknologi yang semakin pesat memberikan kemudahan dalam mengakses informasi dari berbagai penjuru. Keberadaan media sosial pun tidak bisa terlepas dari segala sisi kehidupan masa kini.
Bagaimana mengelolanya agar ruang-ruang privasi tetap terjaga dari fitnah dan tidak bebas dikonsumsi publik?. Sepertinya keberadaan media sosial sebagai pengikat tali silaturahmi perlu lebih ditingkatkan esensinya agar kita senantiasa tidak lepas kendali dalam mengeluarkan opini.
Islam sebagai agama yang menuntun umatnya untuk selalu mengutamakan berbuat baik dalam setiap sisi kehidupan memiliki batasan-batasan bagi umatnya dalam menggunakan media sosial secara bijak.
Islam tidak memiliki pandangan anti mainstream dengan perkembangan teknologi. Islam mendukung dengan tetap memperhatikan etika yang mengawal moral dan akhlak pada jalur yang benar.
Berikut adalah beberapa etika yang harus diperhatikan dalam menggunakan jejaring sosial:
1) Jadikan Sebagai Sarana untuk Menebar Kebaikan
Informasi yang tersebar di media sosial sedikit banyak mendeskripsikan kejernihan akhlak penulisnya. Mereka yang memiliki pandangan menyebarkan manfaat melalui tulisan dan berwawasan luas tidak akan tergesa-gesa dalam mem-posting berita.
Ladang pahala justru akan mengalir apabila setiap hal yang kita beritakan berkhazanah Islam dan menebar faedah. Layaknya seekor lebah yang hanya akan mencari madu, jika insting kebaikan telah terpatri, indra kita tidak akan tertarik untuk menciptakan hal-hal atau tulisan yang akan menimbulkan fitnah.
2) Mengingat Hisab atas Segala Perbuatan
Menyadari sepenuhnya akan adanya hisab atau perhitungan atas tiap detail yang kita perbuat dapat menjadi pengontrol utama dalam mengendalikan perbuatan. Akan ada hari akhir di ujung kehidupan dunia yang menjadikan manusia sadar akan keterbatasan usia yang dimilikinya.
Timbangan baik dan buruk menjadi titik penentu keberadaan manusia di akhirat: surga atau neraka. Kesadaran akan hisab ini pun semestinya kita pegang saat menggunakan media sosial karena apa pun yang kita lakukan dengan media sosial juga akan menjadi catatan amal yang dipertanggungjawabkan kelak.
3) Lakukan Kroscek Sebelum Berpendapat (Tabayun)
Apabila berita yang ditampilkan hanya untuk mencari popularitas dan “like” dari pembaca tanpa mengindahkan kebenaran dan fitnah yang akan ditimbulkan, hal ini bisa menjadi awal kesalahpahaman.
Fenomena “jemari berbicara”, yaitu kebiasaan untuk asal share tanpa mencari kebenaran beritanya, kerap kali terjadi. Berita hoaks tersebar karena andil kedua ibu jari kita. Untuk itulah, mencari kebenaran berita menjadi hal wajib sebelum menyebarkannya.
وَقُلْ لِّعِبَا دِيْ يَقُوْلُوا الَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ ۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ ۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ كَا نَ لِلْاِ نْسَا نِ عَدُوًّا مُّبِيْنًا
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang paling baik (benar). Sesungguhnya, setan menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia” (Q.S Al-Israa’ Ayat 53)
4) “CCTV” di Kedua Bahu
Merasa selalu diawasi oleh malaikat utusan Allah di bahu kanan dan kiri semestinya menjadikan tubuh dan akal berpikir sebelum melakukan tindakan.
Pengawasan 24 jam semasa detak jantung masih berdebar bukankah cukup untuk menjadi pengendali di setiap perbuatan? Begitu pula dengan aktivitas di jejaring sosial. Like, komen, atau share kita akan disaksikan dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
5) Ruang Keikhlasan Tanpa Mengumbar Riya
Misi atau niat hanya terjadi satu arah, yaitu kejujuran hati kepada Sang Pemilik Kehidupan. Kita tidak bisa melihat, apalagi memberikan penilaian terhadap niat seseorang.
Tetapkan misi untuk memanen kelimpahan pahala-Nya tanpa beharap pujian yang melambungkan popularitas. Hal ini akan menjadi hal yang mendasari kita untuk terus melakukan segala hal yang positif.
Dengan demikian kita sesama makhluk sosial harus saling mengingatkan karena dengan bermedia sosial kita tidak luput dari kesalahan, gunakan media sosial dengan cara yang baik yaitu pakailah untuk bersilaturahmi, menjalin komunikasi, agar tidak menimbulkan kesalahan dalam bersosialisasi.
Dalam menghadapi perkembangan media sosial pandailah memfilterisasi, tidak tergoda dan terperdaya, tidak berkomentar yang membawa bahaya, meninggalkan yang buruk dan mengambil yang baik dari sosial media.
Namun tidak dapat disangkal, bukankah kita tiap pagi bangun tidur buka WA, buka Instagram? saat masih ngantuk, sudah pada buka Youtube ? siang Facebook, malam malah mabuk, maka tidak mustahil jikalau pintu rahmat akhirnya tertutup.
Jangan aneh jika di kalangan milenial berfikirnya lambat, sulit konsentrasi dengan tepat, sulit mendengarkan nasihat, berangkat sekolah telat, sukanya yang cepat dan singkat, menjadikan kita tak mampu` menyelesaikan masalah dan menjadikan stress setiap saat.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini terjadi disebabkan tidak arif dan bijaksananya manusia dengan perkembangan yang ada.
Dengan demikian dari uaraian ini dapat disimpulkan bahwa perkembangan media sosial sangatlah cepat akan mampu melahirkan generasi yang berkualitas dan berakhlak. Perkembangan media sosial pun akan bisa memunculkan generasi tak berahlak.
Maka jadikanlah Agama sebagai filter dan benteng kokoh dalam menghadapi perkembangan media sosial dan jadikanlah media sosial sebagai penyambung umat Islam dalam berdakwah agar bermanfaat untuk umat islam khususnya berkomentar di media sosial.
Dengan tetap memperhatikan kelima etika dalam menggunakan media sosial ini, diharapkan persaudaraan akan terjadi walaupun hanya di dunia maya.
Tali silaturahmi tetap terjalin dan manfaat perkembangan teknologi sebagai sarana mengkaji ilmu pun dapat terwujud. Mari jaga etika sebagai predikat muslim terpuji dalam bermedia sosial.
[1] https://www.liputan6.com/regional/read/4451813/kasus-bullying-dan-penganiayaan-gadis-belia-seret-5-siswi-smp-di-cilacap
[2] https://kabar24.bisnis.com/read/20181112/255/859099/viral-video-guru-bercanda-dengan-murid-bakal-ada-pendampingan-psikologis-
[3] https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-38204802