Skip to main content

Berbuat Baik : Untung atau Justru Buntung? Simak yang Berikut Ini!

Menjadi manusia yang baik adalah pilihan mulia, namun tak jarang diiringi tantangan.

Sikap empati dan kepedulian seringkali disalahartikan sebagai kelemahan. Namun, jangan biarkan pandangan negatif menodai hati yang murni.

Ingatlah, bahwa kebaikan sejati tidak pernah pudar, bahkan di tengah badai kehidupan.

Kebaikan sejati bukanlah transaksi yang menghitung untung rugi, melainkan manifestasi dari iman terhadap keadilan Ilahi.

Setiap perbuatan, baik atau buruk, akan memperoleh balasan yang setimpal. Nothing less nothing more, tidak kurang tidak lebih.

Namun, al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa kebaikan akan dilipat gandakan pahalanya, sementara keburukan akan memperoleh balasan yang sesuai dengan kadarnya.

Al-Rȃghib al-As̠fahȃnȋ, ulama bahasa Arab terkemuka, menelusuri asal kata “baik” dan “bagus” berasal dari kata حَسُنَ, terdapat perbedaan nuansa antara kata الْحُسْنُ, الْحَسَنَةُ  ,الْحُسْنَى.

Kata الْحُسْنُ dapat merujuk pada keindahan benda maupun suatu peristiwa. Demikian pula dengan kata الْحَسَنَةُ  ketika digunakan sebagai sifat.

Apabila diposisikan sebagai kata benda, ia hanya dikenal untuk digunakan dalam peristiwa.

Adapun kata الْحُسْنَى hanya dapat diucapkan pada peristiwa, tidak bisa diucapkan pada benda.

الْحُسْنُ yang berarti “baik” dan “bagus” merupakan ungkapan terhadap setiap hal yang indah yang disukai.

Sesuatu yang dikatakan baik dan bagus terbagi menjadi tiga dimensi; kebaikan yang diakui oleh akal, hawa nafsu, dan indera.

Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai. Kehidupan bagai kanvas kosong yang kita lukis dengan setiap tindakan dan pikiran.

Setiap goresan kuas yang diberikan, akan terpantul dalam warna-warni kehidupan kita.

Jika kita mengisi kanvas itu dengan kasih sayang, kebaikan dan kerelaan membantu, maka dunia akan membalas dengan keindahan yang serupa.

Rasulullah SAW telah memberikan teladan yang agung dalam menghadapi cobaan. Beliau mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang kuat, tegar dan penuh kasih sayang.

Layaknya pohon yang tetap kokoh meski diterpa badai, kita pun harus mampu bertahan dan bahkan tumbuh subur di tengah kesulitan.

Karena, membalas kejahatan dengan kebaikan adalah bentuk keteladanan tertinggi.

Quraish Shihab memberikan penafsiran mendalam tentang makna ‘maaf’ dan dapat dipahami sebagai “Menghapus”.

Seorang yang memaafkan orang lain, adalah yang menghapus bekas luka hatinya akibat kesalahan yang dilakukan orang lain terhadapnya.

Kalau hanya sekedar menahan amarah atas tindakan tidak baik dari orang lain, kendati bekas-bekas luka itu masih memenuhi hatinya.

Kalau mewujudkan makna sesungguhnya dari “Memaafkan”. Maka pada tahapan ini, yang bersangkutan telah menghapus bekas-bekas luka itu.

Kini, seakan-akan tidak pernah terjadi satu kesalahan, atau suatu apa pun.

Untuk mencapai lever tertinggi dan berpeluang mendapatkan cintanya Allah, telah dibocorkan bahwa Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.

Bukan yang sekadar menahan amarah atau memaafkan, tetapi justru yang berbuat baik kepada yang pernah melakukan kesalahan.

Inilah bentuk kasih sayang sejati yang diharapkan oleh Allah, dan jalan menuju ridha-Nya.

Zaki Mubarak, dengan bijaksana mengingatkan kita bahwa investasi paling berharga dan abadi adalah kebaikan.

Individu yang senantiasa berbuat baik, atau sering disebut orang saleh, tidak akan pernah mengalami kerugian sejati.

Ilmu yang mereka sebarkan akan terus bermanfaat, harta yang mereka infakkan akan mengalirkan keberkahan, dan keturunan mereka akan meneruskan warisan kebaikan.

Oleh karena itu, janganlah pernah merasa rugi ketika berbuat baik, sebab puncak kebahagiaan seorang hamba adalah ketika amal kebaikannya menjadi perhiasan yang indah di sisi Allah SWT, menemaninya hingga akhir hayat.

Mari kita ingat kembali kehidupan masa SMP atau MTs bahkan MA yang mempelajari ilmu Fisika tentang teori resonasi.

Yaitu, bergetarnya suatu benda karena getaran benda lain. Coba kita perhatikan :

Berbuat Baik : Untung atau Justru Buntung? Simak yang Berikut Ini!

Ketika salah satu garpu tala dipukul, akan dihasilkan bunyi dan getaran yang membuat garpu tala di sebelahnya ikut bergetar.

Karena getaran yang dihasilkan oleh garpu tala A merambat di udara dan menggetarkan garpu tala B.

Dapat disimpulkan, bahwa resonasi adalah ikut bergetanya suatu sumber bunyi akibat sumber bunyi yang lain.

Namun, pernahkah keadaan yang seperti ini ternalar dalam kehidupan sehari-hari? Bayangkan jika kita mengaplikasikan prinsip resonansi dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan memancarkan gelombang pikiran dan niat positif, kita sejatinya mengirimkan getaran kebaikan ke seluruh alam semesta.

Getaran positif ini memiliki kekuatan untuk mengundang dan menarik energi serupa.

Tidak heran, disaat kita senantiasa berbuat baik dan berpikiran positif, cenderung dikelilingi dengan orang-orang baik juga.

Orang-orang yang kehadirannya senantiasa membawa aura kebaikan dan mampu menginspirasi orang di sekitarnya untuk berbuat baik. 

Serta bermurah hati memberi kemaafan, menunjukkan sikap berlapang dada dan toleran selepas mengalami kemarahan, dalam bahasa Arab disebut مُحْسِنِيْن dan mendapatkan peluang cintanya Allah SWT.

Hal tersebut tertera di penghujung ayat 134 surat Ali ‘Imran :

وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ

Sayyid Qut̠b, dengan indah mengutarakan makna “cinta” dalam al-Qur’an sebagai suatu ungkapan yang sarat akan kelembutan dan.

Kata-kata “cinta” di dalam ayat ini bukanlah semata-mata kata-kata manis saja, melainkan realitas yang mendalam.

Untuk meraih cinta-Nya, seorang hamba harus mengiringi setiap langkah hidupnya dengan kesabaran.

Sebab, surga yang penuh kenikmatan adalah buah dari ketekunan dalam berbuat baik dan kesabaran dalam menghadapi cobaan.

Demikian, cinta Allah menjadi tujuan akhir dari setiap kebaikan dan ujian hidup.

Oleh karena itu, ketika hendak memasuki tempat yang baik (surga) maka akan disambut hangat oleh salah satu makhluk Allah yang baik (malaikat) dengan perkatakaan yang baik (salam) karena sifat baik yang telah kita usahakan (sabar).

Dalam hal ini Allah mengabadikan janjinya di surat al-Ra’d [13]: 24 yang berbunyi;

سَلٰمٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِۗ

(Malaikat berkata,) “Salȃmun ‘alaikum (semoga keselamatan tercurah kepadamu) karena kesabaranmu.” (Itulah) sebaik-baiknya tempat kesudahan (surga). 

Al-Sya’rȃwȋ memahami kata salȃm pada ayat ini dan pada ucapan penghuni surga sebagai lambang keridhaan/kepuasan serta ketenangan di surga.

Ketenangan dan kepuasan itulah yang didambakan oleh setiap orang, kendati boleh jadi orang lain tidak merestui anda.

Bila seseorang telah meraih kedamaian batin, maka dia tidak menghiraukan apa pun yang terjadi, karena ketika itu dia memperoleh pula salȃm dari Allah SWT.

Siapa yang merasakan salȃm dengan dirinya, lingkungannya, masyarakatnya, maka dia akan memperoleh salȃm dari Allah SWT.  

Ibarat ilalang yang tegar, meskipun dinjak-injak orang masih tetap hidup bahkan tetap tumbuh walau di tanah yang gresang.

Ilalang tetap tumbuh walau tidak ditanam orang. Meskipun dibabat, ilalang tetap berguna untuk makan ternak.

Manusia pun dapat tumbuh subur di tengah segala keterbatasan. Meski kerap diinjak-injak kesulitan, ia tetap mampu bertahan dan bahkan berkembang.

Ingatlah, manusia yang paling baik adalah manusia yang paling berguna bagi sesamanya walau sekecil apapun potensi yang dimiliknya.

Kemajuan sejati takkan pernah diraih oleh mereka yang mudah menyerah pada bisikan negatif. Hinaan dan cercaan hanyalah ujian yang menguji keteguhan hati.

Sebaliknya, banyak diantara kita yang justru tumbuh semakin kuat karena mampu menyikapi cobaan dengan kesabaran.

Marilah kita menjadikan setiap tantangan sebagai batu loncatan untuk meraih cita-cita. Yakinlah, Allah senantiasa menyertai hamba-Nya yang senantiasa berbuat baik dan bersabar.

Daftar Pustaka

Adrianto, Sopan. Jangan Jadi Orang Sukses, Jadilah Orang yang Berharga. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2022.

Al-As̠fahȃnȋ, al-Rȃghib. Al-Mufradȃt fȋ Gharȋbi al-Qur’an. Beirut: Dȃr el-Marefah, 2012.

Fariha, Aca. Selangkah menjadi Orang Baik. Bogor: Guepedia, 2021.

Hasbi, Billy. Tentang Kita yang tak Kunjung Kaya. Cianjur: Multi Karya, 2020.

Mubarak, A. Zaki. Writing is Talking. Tasikmalaya: Pustaka Turats Press, 2022.

Muhammad Mutawallȋ al-Sya’rȃwȋ, Tafsir wa al-Khawȃt̠ir al-Qur’an al-Karȋm (Kairo: Ikhbar al-Yaum, 1991).

Quraish, M. Shihab. Tafsir al-Misbȃh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Ciputat: Lentera Hati, 2002.

Qut̠b, Sayyid. Tafsir fȋ Z̠ilȃl al-Qur’an. Kairo: Dȃr al-Syarȗq, 2003.

Stefani. Berani Tampil Beda. Bogor: Guepedia, 2022.

Sukardi, Edy. Wajah-Wajah Suami. Jakarta: Gema Insani, 2018.

Leave a Reply

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.