Pemilu merupakan salah satu pilar penting dalam demokrasi. Di Indonesia, Pemilu dimaknai sebagai sarana untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat yang diharapkan mampu membawa kemajuan bagi bangsa dan negara. Bagi sebagian masyarakat. Seperti di Surat Al-Baqarah ayat 30 yang membahas mengenai penciptaan manusia. Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat; ‘Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Hakikatnya manusia adalah seorang pemimpin bagi dirinya sendiri dan orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk berbaur dengan masyarakat tanpa dihalangi perbedaan ras, suku, maupun agama. Namun pada posisi manusia sebagai makhluk beragama harus memberikan batasan dalam beberapa perkara salah satunya memilih pemimpin. Sudah sepantasnya umat Muslim dituntut untuk memilih pemimpin sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam beberapa agama di Indonesia, terdapat ajaran yang menekankan pentingnya memilih pemimpin yang adil dan bijaksana. Hal ini sejalan dengan tujuan diadakannya Pemilu. Tahukah kamu, mengapa Islam mengharuskan seorang pemimpin untuk bersikap adil dan yang benar-benar bisa menjalankan amanat? Karena pemimpin yang akan menghadirkan kebijakan dan selalu berpihak pada hati nurani yang selaras dengan kebaikan untuk kepentingan umum. Memangku jabatan sebagai pimpinan, berarti ada amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Pada hakikatnya, dalam Islam kepemimpinan adalah amanat, kepercayaan dari Allah yang diberikan kepada hamba-Nya untuk membawa kebaikan, hidup sejahtera dan keberkahan.
Adil adalah sifat utama bagi setiap manusia, lawan sifat adil adalah sifat zalim. Adil adalah memberi putusan hukum dengan benar. Memperlakukan perkara sesuai tempat, waktu, cara dan ukurannya secara proporsional. Ibnu Maskawaih mengatakan “Keadilan adalah keutamaan jiwa yang terkumpul menjadi satu kesatuan dari tiga sifat utama manusia, yakni: kebijaksanaan, terjaga kehormatan dan keberanian.” Firman Allah SWT mengingatkan bahwa seseorang tidak mungkin mampu berlaku adil terhadap orang lain, apabila mereka tidak mampu berlaku adil terhadap dirinya, orang tuanya dan kaum kerabatnya. Demikian pula kebencianmu terhadap suatu kaum tidak mendorongmu berlaku tidak adil atau zalim kepada yang lainnya. Belum tentu orang yang tidak kamu senangi itu adalah lebih baik dari dirimu, dan belum tentu orang yang kamu senangi akan selalu bersamamu. Pemimpin adil memberi kesejahteraan, kebahagiaan, keamanan dan kedamaian untuk semua pengikutnya tanpa membedakan satu dengan lainnya. Allah SWT akan memberikan balasan kepada pemimpin beriman, bertakwa dan adil yakni mendapat perlindungan di hari kiamat kelak.
Pertanyaannya adalah “Benarkah kita memerlukan pemimpin adil? Faktanya, sebagian masyarakat tidak memerlukan pemimpin adil, yang mereka perlukan adalah kehadiran pemimpin yang memberikan keuntungan kepadanya, tidak menguntungkan orang lain tidak apa-apa. Seorang pemimpin dipuja-puja dengan segala label pujian karena pemimpin tersebut memberikan keuntungan kepadanya, sebaliknya tidak sedikit pemimpin dicaci maki, difitnah, bahkan dizalimi padahal ia telah berusaha keras penuh pengorbanan menyejahterakan semua rakyatnya, hanya karena para pemimpin tersebut tidak memberi keuntungan kepadanya. Ketika seorang pemimpin memberikan keuntungan kepadanya, maka pemimpin tersebut dipuja-puji, besok harinya pemimpin yang dipuji itu tidak memberikan bantuan kepadanya, namun memberikan bantuan kepada orang lain, merekapun lantas mencaci makinya, memfitnahnya, membuka aibnya dan sebagainya. Seharusnya tidak demikian, setiap pemimpin ada kelebihan dan kelemahannya. Kita dukung sepenuh hati mengenai apa yang menjadi kelebihan dan keinginan baiknya dan kita bantu dan luruskan ada yang menjadi kelemahannya, demikian pesan Abu Bakar Siddiq, R.A. dalam baiatnya ketika dilantik menjadi Khalifah pengganti Rasulullah Saw.
Menghadirkan seorang pemimpin adil dilakukan mulai sejak awal yakni saat memilih dan mengangkat seseorang menjadi pemimpin, Rasulullah Saw telah mengingatkan “Siapa yang mengangkat seseorang untuk satu jabatan yang berkaitan dengan urusan masyarakat sedangkan dia mengetahui ada yang lebih tepat, maka sesungguhnya ia telah mengkhianati Allah, Rasul dan Kaum Muslimin.” Sabda nabi lainnya, “Bagaimana keadaan kalian, demikian pula ditetapkan penguasa atas kalian.” Pepatah Arab menegaskan bahwa “Sebagaimana adanya dirimu, begitulah pemimpin yang akan memimpinmu.” Maknanya adalah pemimpin itu ibarat cermin dari masyarakatnya. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat menangkap aspirasi masyarakatnya, sedangkan masyarakat yang baik adalah masyarakat yang berusaha mewujudkan pemimpin yang dapat menyalurkan aspirasi mereka, dikutip dari M. Quraish Shihab.
Mutiara Isnovya,
HIQMA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta